Rabu, 01 November 2017

Audit Teknologi Informasi, Perwujudan Peran Auditor Internal Dalam Mengawal Pengelolaan Teknologi Informasi Organisasi

Sejak Electronic Numerical Ingtegrator and Calculator (ENIAC)mbah dari seluruh komputer yang ada saat ini, ditemukan oleh John William Mauchly dan J. Presper Eckert pada tahun 1946 di Pennsylvania, peran Teknologi Informasi (TI), khususnya yang berbasis komputer, berkembang semakin signifikan dalam menunjang kehidupan manusia. Bukan hanya kehidupan manusia sebagai individu, tetapi organisasi modern pun bergantung pada dukungan TI untuk dapat beroperasi dengan efektif dan efisien setiap harinya. Berbagai proses komunikasi bisnis, pengolahan informasi transaksi, bahkan pengambilan keputusan-keputusan penting membutuhkan dukungan TI yang cukup.
Semakin signifikannya peran TI dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi tentu saja harus dibarengi dengan pengendalian TI yang memadai. Tanpa adanya tata kelola TI yang memadai, sistem informasi (sebagai kesatuan sumber daya informasi) yang dimiliki organisasi dapat menjadi bumerang yang justru menghambat pencapaian tujuan organisasi. Bisa anda bayangkan bagaimana jika misalnya peretail online besar sekelas Lazada memiliki website yang tidak ramah pengguna dan merepotkan pembeli dalam bertransaksi? Pelanggan tentu saja akan lebih senang belanja di e-store lain yang lebih nyaman untuk mereka. Tidak memadainya pengendalian TI juga dapat mengekspose organisasi kepada berbagai ancaman keamanan informasi. Sebagai contoh, masih segar di ingatan kita bagaimana maraknya kasus skimming ATM dan pencurian data credit card yang terjadi belakangan ini. Sektor publik pun tidak terlepas dari ancaman seperti ini. Terlebih, saat ini berbagai instansi publik (termasuk kantor-kantor pemerintah) mulai menerapkan e-governance secara dominan.
Berbicara soal tanggung jawab pengelolaan informasi organisasi, organisasi modern umumnya telah memiliki unit khusus dalam komponen management line-nya yang memiliki fungsi utama mengelola sistem informasi organisasi agar berjalan sebagaimana diharapkan. Namun, tidak berbeda dengan bentuk aktivitas lain dalam organisasi, aktivitas pengelolaan sistem informasi organisasi membutuhkan penilaian independen yang memadai dalam rangka meningkatkan keyakinan bahwa aktivitas pengelolaan organisasi telah berjalan efektif dan efisien. Siapa yang bertanggung jawab memberikan penilaian independen tersebut? Ya, jawabannya adalah unit audit internal organisasi. International Professional Practice Framework (IPPF) menyatakan bahwa aktivitas audit internal harus menilai apakah tata kelola TI telah mendukung pencapaian tujuan dan strategi organisasi (2110-A2). Tidak hanya di sektor privat, Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SAIPI) juga mengatur bahwa kegiatan audit internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi, dan efektivitas etika organisasi terkait sasaran, program, dan kegiatan, serta menilai apakah tata kelola TI auditi mendukung strategi dan tujuannya (3110-A2).
Auditor internal dapat menjalankan perannya dalam penilaian kecukupan tata kelola TI organisasi melalui audit TI. Yang penting untuk dipahami adalah audit TI tidaklah bermakna sama dengan audit berbasis TI, yang biasa kita kenal dengan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK). Weber (1999, 10) menjelaskan bahwa audit sistem informasi adalah proses untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti dalam rangka menentukan apakah suatu sistem komputer telah menjaga aset, mempertahankan integritas data, mencapai tujuan-tujuan organisasi secara efektif, serta mengonsumsi sumber daya secara efisien. Disini, jelas terlihat bahwa yang dimaksud dalam audit TI adalah TI sebagai objek yang diaudit, bukan sebagai alat untuk melakukan audit. Walaupun dalam pelaksanaan audit teknologi informasi auditor nantinya dapat menggunakan teknik audit berbantuan komputer. Pengelompokan lebih lanjut atas audit TI sendiri dapat bervariasi, misalnya berbentuk audit pengendalian umum TI dan pengendalian aplikasi, audit proteksi atas informasi, audit layanan dukungan, audit keberlangsungan, dan lain sebagainya.
Auditor internal dituntut untuk mampu berkembang sesuai dengan dinamika dunia, sehingga peran auditor internal dalam memberikan added value bagi organisasi dari sisi tata kelola TI adalah mutlak dibutuhkan saat ini. Berbagai pedoman, kerangka kerja, maupun acuan untuk membantu para auditor internal menjalankan peran tersebut sudah banyak diterbitkan. Information Technology Audit Framework (ITAF), Control Objectives for Information and Related Technology (COBIT), serial Global Technology Audit Guides (GTAGs), dan IT infrastructure library (IT) adalah beberapa contoh acuan yang umum digunakan. Untuk sektor pemerintahan sendiri, Asian Organization of Supreme Audit Institution (ASOSAI) telah menerbitkan ASOSAI IT Audit Guidelines sebagai salah satu referensi bagi auditor internal pemerintah dalam menjalankan perannya mengawal tata kelola TI.
Melakukan audit atas TI tidak serta merta berarti bahwa auditor internal harus memiliki pemahaman atas teknologi seperti layaknya seorang ahli lulusan teknik informatika. Auditor cukup memahami risiko-risiko TI yang dihadapi organisasi, model-model pengendalian TI yang tepat bagi organisasi, serta titik-titik kritis dalam pengendalian TI. Jadi, sudah saatnya auditor internal melek teknologi informasi, meskipun tidak harus menjadi techno-geek.
Artikel ini juga dimuat pada Majalah Warta Pengawasan BPKP Edisi Mei 2011, halaman 26
Sumber gambar: www.alfac.sk