Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang
terletak di Sumatera Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk
mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari
Tapanuli dan Sumatera Timur. Suku bangsa yang dikategorikan ke dalam suku Batak
yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola,
dan Batak Mandailing.
Seorang istri dari putra pendeta Batak Toba bernama Siti Omas
Manurung menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda semua orang baik Karo
maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak. Lalu Belanda yang telah
membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut setelah Belanda datang ke tanah
Batak. Dengan demikian, istilah "Tanah Batak" dan "rakyat
Batak" diciptakan oleh pihak asing.
Namun, sebagian orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak mau
menyebut dirinya sebagai suku Batak karena pada umumnya istilah
"Batak" dipandang rendah oleh bangsa lain. Sebagian orang Tapanuli
juga tidak ingin disebut orang Batak karena perbedaan agama yang mencolok pada
orang Batak kebanyakan.
Suku Batak dikenal dengan banyaknya marga yang diambil dari
garis keturunan laki-laki. Garis keturunan tersebut akan diteruskan kepada
keturunan selanjutnya. Marga tersebut menjadi simbol bagi keluarga Batak. Menurut
kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang
diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai dua orang
putra, yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon.
Sejarah
Banyak versi yang menyebutkan asal-usul bangsa Batak. Ada yang
mengatakan bangsa Batak berasal dari Thailand, keturunan dari bangsa Proto
Malayan. Bangsa ini merupakan suku bangsa yang bermukim di perbatasan Burma dan
Siam atau Thailand. Selama ribuan tahun, bangsa Batak juga tinggal dengan keturunan
Proto Malayan lainnya, seperti Karen, Igorot, Toraja, Bontoc, Ranau, Meo, Tayal
dan Wajo.
Proto Malayan ini pernah dijajah oleh bangsa Mongoloid. Lalu
mereka berpencar ke berbagai wilayah dan negara. Misalnya Toraja mendarat di
sulawesi, bangsa Tayal kabur ke Taiwan, dan bangsa Ranau mendarat di Sumatera
Barat. Sementara Suku Batak mendarat di pantai Barat pulau Sumatera. Di situ
suku bangsa Batak terpecah menjadi beberapa gelombang. Gelombang pertama
berlayar terus dan mendarat di pulau-pulau Simular, Nias, Batu, Mentawai,
Siberut sampai ke Enggano di Sumatera Selatan.
Gelombang kedua mendarat di muara sungai Simpang, sekarang
Singkil. Mereka bergerak sepanjang sungai Simpang Kiri dan menetap di Kutacane.
Dari situ mereka menduduki seluruh pedalaman Aceh. Itulah yang menjadi
orang-orang Gayo, dan Alas.
Adapun gelombang ketiga mendarat di muara Sungai Sorkam, antara
Barus dan Siboga. Memasuki pedalaman daerah yang sekarang dikenal sebagai
Doloksanggul dan belakangan menetap di kaki Gunung Pusuk Buhit, di tepi danau
Toba sebelah barat. Dari situ berkembang dan akhirnya menduduki tanah Batak.
Ada lagi versi yang mengatakan, Suku Batak berasal dari India
melalui Barus berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba pada
abad ke-6. Barus merupakan wilayah yang ada di Tapanuli Tengah Sumatera Utara.
Orang-orang yang dari India tadi berdagang dan mendirikan di kota dagang Barus.
Nama Barus sendiri merupakan barang dagangan yang mereka perdagangkan, yakni
kapur Barus.
Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi
salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus
diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil
asal India dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur
Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di
pesisir barat dan timur Sumatera Utara.
Kesenian
Diantara unsur kebudayaan yang dimiliki suku Batak adalah
kesenian. Tari Tor-tor merupakan kesenian yang dimiliki suku Batak. Tarian ini
bersifat magis. Ada lagi Tari serampang dua belas yang hanya bersifat hiburan.
Sementara alat musik tradisionalnya adalah Gong dan Saga-saga. Adapun warisan
kebudayaan berbentuk kain adalah kain ulos. Kain hasil kerajinan tenun suku
batak ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah,
upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan
upacara menari Tor-tor.
Agama
Bangsa Batak memiliki sistem kepercayaannya sendiri, terutama di
daerah pedesaan masih mempertahankan sistem religi atau kepercayaan tersbeut.
Orang batak memiliki konsepsi, bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan
oleh Debeta Mula Jadi Na Balon. Ia bertempat tinggal di atas langit dan
mempunyai nama-nama sesuai dengan tugas dan kedudukannya. Namun, saat ini agama
yang mendominasi bangsa Batak adalah Islam dan Kristen. Tetapi agama Kristen
merupakan agama mayoritas suku Batak saat ini.
Daerah masuk dan penyebaran Islam adalah batak bagian selatan.
Sementara daerah penyebaran Kristen meliputi daerah adalah batak bagian utara.
Islamisasi di Batak dilakukan oleh para pedagang dari Minangkabau. Mereka
mengawini para perempuan Batak dan secara perlahan masyarakat Batak banyak yang
memeluk agama Islam. Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan
Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan islamisasi besar-besaran atas
Batak Mandailing dan Angkola.
Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat
mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama
Kristen Protestan. Kerajaan Aceh di utara juga banyak berperan dalam
mengislamkan Batak Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena
pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur.
Adapun penyebaran agama Kristen dilakukan oleh seorang misionaris
asal Jerman tahun 1861. Sebelumnya mereka menerbitkan buku tata bahasa dan
kamus Batak-Belanda. Dengan tujuan mereka dapat memudahkan penyebaran agama
Kristen yang dilakukan oleh orang Kristen Jerman dan Belanda. Sasaran mereka
adalah Batak Toba dan Simalungun. Batak Karo juga menjadi sasaran misionaris
Kristen, sehingga sebagian Batak Karon ada yang memeluk agama Kristen.
Saat penkristenan dilakukan, Batak Karo dan Toba dapat
dikristenkan dengan cepat, sehingga pada abad ke-20 agama Kristen menjadi
identitas budaya mereka. Saat Belanda menancapkan kolonialisme Belanda di tanah
Batak, masyarakat Batak ini tidak banyak melakukan perlawanan terhadap kolonial
Belanda.
Kekerabatan
Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip,
yaitu perbedaan tigkat umur, perbedaan pangkat dan jabatan, perbedaan sifat
keaslian, dan status kawin. Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di
daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu
Huta didiami oleh keluarga dari satu marga. Ada pula kelompok kerabat yang
disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga
tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga.
Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam
dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup
tersebar, sehingga tidak saling kenal. Tetapi mereka dapat mengenali anggotanya
melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya.
Dalam persoalan perkawinan, dalam tradisi suku Batak seseorang
hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan. Maka dari itu, jika
ada yang menikah harus mencari pasangan hidup dari marga lain. Apabila yang
menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak, maka dia harus diadopsi
oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan
prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja bila agama yang dianutnya adalah
Kristen.
Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh orang Batak adalah bahasa Batak. Tapi
sebagian juga ada yang menggunakan bahasa Melayu. Setiap puak memiliki logat
yang berbeda-beda. Orang Karo menggunakan Logat Karo, sementara logat Pakpak
dipakai oleh Batak Pakpak, logat Simalungun dipakai oleh Batak Simalungun, dan
logat Toba dipakai oleh orang Batak Toba, Angkola dan Mandailing.
Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal
bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam
bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat
dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara
bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat
sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.
Teknologi
dan Peralatan
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat
sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti
cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam
bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki
senjata tradisional, yaitu piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak
(sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang
panjang). Unsur teknologi lainnya yaitu alat tenun untuk menenun kain ulos.
Mata
Pencaharian
Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat Batak adalah bercocok
tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan
marga. Setiap kelurga mandapatkan tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya.
Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Selain pertanian,
perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak. Hewan yang diternakan
antara lain kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Masyarakat yang
tinggal di sekitar danau Toba sebagian bermata pencaharian menangkap ikan.
Selain itu juga, mereka berprofesi pada sektor kerajinan. Hasil kerajinannya
antara lain tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, dan lainnya yang ada
kaitan dengan pariwisata.
Sumber
: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/952/suku-batak-sumatera-utara